AFTA
A. Lahirnya
AFTA
Asean Free
Trade (AFTA) atau kawasan perdagangan bebas adalah suatu bentuk kerja sama
negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas.
Pembentukan AFTA berdasarkan pertemuan para Menteri Ekonomi anggota ASEAN pada
tahun 1994 di Chiang Mai, Thailand.
Pertemuan Chiang Mai menghasilkan
tiga keputusan penting sebagai berikut.
1)
Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan
kawasan perdagangan bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010 menjadi
2005.
2)
Jumlah produk yang telah disetujui masuk dalam daftar
AFTA (inclusion list/IL) ditambah dan semua produk yang tergolong dalam
temporary exclusion list/TEL secara bertahap akan masuk IL. Semua produk TEL
diharapkan masuk dalam IL pada tanggal 1 Januari 2000.
3)
Memasukkan semua produk pertama yang belum masuk dalam
skema common effective preferential tariff (CEPT) yang terbagi sebagai berikut.
a.
Daftar produk yang segera masuk dalam IL menjadi
immediate inclusion list/IIL mulai tarifnya menjadi 0–5% pada tahun 2003.
b.
Produk yang memiliki sensitivitas (sensitive list),
seperti beras dan gula, akan diperlakukan khusus di luar skema CEPT.
c.
Produk dalam kategori TEL akan menjadi IL pada tahun
2003.
B. Tujuan
AFTA
Tujuan AFTA antara lain
sebagai berikut:
1)
menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang
kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global.
2)
menarik lebih banyak Foreign Direct Investment
(FDI).
3)
meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN
Trade).
C. Manfaat
dan Tantangan AFTA Bagi Indonesia
Manfaat AFTA bagi
Indonesia antara lain:
1) Peluang
pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan penduduk
sebesar ± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;
2) Biaya
produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang
sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota
ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran;
3) Pilihan
konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak
dengan tingkat harga dan mutu tertentu;
4) Kerjasama
dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis
di negara anggota ASEAN lainnya.
Tantangan
AFTA yaitu Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat
meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis secara profesional guna dapat
memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari negara anggota ASEAN
lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar negara
anggota ASEAN lainnya.
D. Realisasi
AFTA
1)
KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober 2003 di Bali,
dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand, sepakat
untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 60% dari
Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif 0% minimal 80%
dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010 seluruh tarif bea
masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN yang baru,
tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar dan tahun
2010 untuk Cambodja.
a. Tahun 2000
: Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah
pos tarif dalam Inclusion List (IL).
b. Tahun 2001
: Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah
pos tarif dalam Inclusion List (IL).
c. Tahun 2002
: Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh
jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
d. Tahun 2003
: Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh
jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.
2)
Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja)
realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
3)
Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995).
4)
Laos dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23
Juli 1997).
5)
Cambodja tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April
1999).
0 komentar:
Posting Komentar